Good Person
Author : Park Ririn
Story of Love
Character : Hwang Kihyun (my original chara)
>>> SMA Incheon, 04.06 PM/ Kamis, 24 Juni
“Sekolahmu
asyik, ya..” kataku pada Jihoon. Aku sedang berada di sekolahnya Jihoon. Dia
temanku saat SMA. Kami pisah sekolah karena dia pindah rumah ke Incheon,
padahal kami sudah masuk SMA yang sama. Dia pindah di tengah semester kemarin. Jujur, kami lengket seperti kekasih.
“Tidak
juga. Kalau kamu mau, datang saja setiap hari” jawabnya. Tiba-tiba terdengar
suara lembut dari belakang kami. “Oppa, Jina memanggilmu, tuh..” begitu aku
berbalik, seorang yeoja manis berdiri di belakang Jihoon. “Oh, wae?” tanya
Jihoon. “Katanya ada hal penting. Neoui chingu?” tanyanya saat menyadari bahwa
aku sedang memperhatikannya.
“Ne” Jihoon
lalu merangkulku “Pacarku, mau kukenalkan?” dia tertawa. Kupikir manis sekali.
“Arraseo, tapi Jina dulu!” katanya mengingatkan Jihoon. “Oh!” Jihoon hendak
menarikku pergi “Ah! Tidak bisa, Oppa saja” tahan yeoja itu. ”Eoh?? Terus anak
ini sama siapa? Dia hanya kenal aku di sini, bisa-bisa dia nyasar lagi!” kata
Jihoon sambil tertawa. Aku hanya tertawa kecil saja. Lagi pula, tadi aku memang
nyasar sebelum ketemu Jihoon.
“Aku temani
dia” jawab yeoja itu. Jihoon tersenyum padaku, awalnya aku tak mengerti maksud
senyumannya, setelah dia mengerling usil, aku jadi mengerti. Sepertinya dia tau
kalau aku tertarik pada yeoja itu. Dia pun pergi. Sepeninggalan Jihoon, aku tak
tau harus memulai percakapan dari mana, aku yah.. sedikit pemalu. Aku tidak
pandai membuka percakapan.
“Jina suka
padanya” kata yeoja itu tiba-tiba “mwo?” tanyaku tak percaya. Jihoon memang
ganteng dan pintar, sih. Tapi kenapa dia? Dia kan milikku! Kekeke, kalah deh
aku, Jihoon dapet yeoja chingu duluan.
“Ne. Sejak
pertama lihat katanya” jawabnya. “Hmmm...” Mirip aku. “Aku Choi Minam, Oppa?”
tanyanya. Choi Minam, nama yang cocok untuknya. “Hwang Kihyun imnida” kataku
menjawab pertanyaannya.
“Sebenarnya,
aku juga suka Jihoon Oppa” Deg! Benar-benar bikin kecewa. Jihoon lagi, pacarku
banyak yang suka. Tambah lagi, dia curhatnya ke aku. Bikin makin.. hhh.. “Tapi
aku nggak pernah bilang sama Jina. Jadi aku terpaksa mendukungnya” dia
melanjutkan ceritanya.
“Andwae”
kataku. “Waeyo?” tanyanya kecewa. “Dia tunanganku, hanya aku yang boleh
bersamanya” candaku, dan dia tertawa. Oh my.. Tawanya, tidak akan pernah
kulupakan. “Arraseo, dia milikmu. Lagi pula, Jina belum tentu diterima” jawabnya
santai. Aku cukup kecewa. Ternyata dia masih berharap pada Jihoon. Tapi Jihoon
temanku, aku tidak boleh memikirkan perasaan pribadiku saja. Minam tetap orang
yang kusuka dan Jihoon tetap pacarku.
>>> Jalan menuju rumah Jihoon, 06.00 PM/ Kamis, 24
Juni
“Kamu
nerima?” tanyaku saat berjalan pulang ke rumahnya Jihoon. Besok liburan
dimulai, aku menginap di rumahnya untuk mengisi liburan. Lagi pula selama
libur, hanya ada aku dan Jihoon saja di rumah. Jihoon anak tunggal, orang
tuanya sedang pergi liburan juga. Aku cukup dekat dengan kedua orang tuanya.
“Ani”
jawabnya singkat. “Eoh? Wae? Jina itu nggak secantik Choi Jina, ya?” tanyaku
polos. Dia malah menjitak kepalaku sambil tertawa. “Jina itu cantik. Aku nggak
sebanding dengannya. Aku nggak mau reputasinya turun gara-gara punya pacar
sepertiku” kilahnya. Dasar pembohong, aku tau itu bukan alasannya. “Kamu sangat
mencintaiku, karena itu kamu tidak mau selingkuh?” kataku menggodanya. Dia
tertawa.
“Aniya. Aku
hanya nggak ingin membuatmu patah hati begitu tau pacarmu punya pacar baru” Itu
terdengar jelas bahwa dia menerima Jina. “Kamu nerima, ya? Berarti cuma aku
saja yang belum punya pacar?” kataku agar dia tau aku kecewa dia punya pacar
duluan.
“Jadi kamu
anggap aku apa?” tanyanya menatap ke arahku sinis. “Aku kan tunanganmu?”
lanjutnya sambil terseyum. “Tenang saja, nanti pasti dapat” katanya sambil
merangkulku “Ne” jawabku.
“Kita sudah mau naik kelas 3,
ya?” Jihoon pun menjawab “Ne, ngomong-ngomong naik kelas, Agustus nanti, untuk
merayakan naik kelasnya kita, 6 orang anggota kelompok belajarku mengadakan
acara makan-makan, lalu karaoke sampai malam. Kamu mau ikut?” “Sepertinya akan
seru, aku ikut!” seruku. “Jangan lupa, kamu pergi sendiri. Aku pergi sama Jina”
Jihoon mengingatkan. “Ne, aku mengerti, aku pergi sendirian. Lagian, halmeoni
tinggal di sini.” kataku.
>>> Rumah Kihyun, 05.00 PM/ Sabtu,06 Agustus
“Hari
ini?” tanyaku tak percaya. “Ne, malam ini. Kamu tau LaSfera? Kita makan di
sana. Kami akan menunggumu” jawab Jihoon dari telepon. “Oh, arraseo. Siapa saja
kelompok belajarmu itu?” tanyaku lagi. “Orang yang sudah kamu kenal, kok. Tak
perlu khawatir, Jikyu akan menemanimu” jawabnya dengan nada menghibur.
“Kalaupun
hanya aku saja yang sendirian aku tetap akan datang, kok, kan ada kamu,
tunanganku” kataku berusaha terdengar senang. Aku masih menyukai Minam sampai
sekarang, dan tidak berniat mencari yang lain. Jadi aku masih belum punya
pacar, walau kesempatan itu ada. Akhir-akhir ini, beberapa yeoja menyatakan
perasaannya padaku.
“Arraseo,
uljima. Saranghae..” ucapnya menutup pembicaraan. “Saranghae..” balasku setelah
menutup telepon. “Saranghae..?” aku mulai teringat kalau aku nggak jadi bilang
‘saranghae’ ke Minam. Selama libur di Incheon, yang kulakukan hanya bertemu
Minam, mengajaknya jalan-jalan. Bukan kencan, sih. Lebih tepatnya, kami
sama-sama memata-matai Jihoon dan Jina. Mereka masuk cafe, kami juga. Saat itu,
aku jadi tau kalau Minam suka cokelat panas.
“Aku mulai
mengenalnya dengan baik” gumamku mengingat-ingat saat kami bersama. Warna
kesukaannya adalah hijau, dia suka topi yang bundar dan lebar. Dia tidak
terlalu suka highheels, dia selalu pakai celana di bawah lutut, dan sepatu
kets, menurutnya lebih bebas dan nyaman. Beda dengan Jina yang suka pakai rok
dan highheels. Tipe Jihoon banget. Aku juga tau Minam sangat manis saat
tersenyum dan tawanya khas sekali.
“Senyumnya..”
aku membayangkan senyum Minam. Dia membawa keceriaan di hari-hariku, walau cuma
saat libur aku bisa bersamanya, tapi aku merasa hari-hari saat aku bersamanya
terasa lebih hangat. Senyumnya membawa keceriaan dan menghilangkan semua
kesedihanku. Dia juga menghiburku begitu aku meneleponnya curhat kalau Jihoon
hilang dan aku sendirian di rumah. Dia langsung menjemputku dari rumah Jihoon
dan mengajakku jalan-jalan.
“Saat
itulah seharusnya kau mengatakannya. Jinjja, padahal itu saat yang paling pas
untuk menyatakannya, tapi kenapa aku tidak sanggup mengatakannya?” aku terdiam
beberapa saat. “Ah, kenapa aku bicara sendiri?” kataku tersadar dan segera
bersiap untuk pergi.
“Kihyun-ah,
mau kemana?” tanya Umma. “Jihoon mengadakan acara, aku mau ke Incheon. Pulangnya
aku ke rumah halmeoni saja, aku menginap” jelasku. “Sayang sekali, padahal ini
hari yang spesial..” ujar Umma kecewa. Aku tidak mengerti maksud ‘hari yang
spesial’ itu, tapi aku tidak terlalu memikirkannya. Aku tetap pergi. “Annyeong,
Umma!”
>>>LaSfera, 07.00 PM/ Sabtu, 06 Agustus
“Kihyun-ah!
Kami di sini!” panggil Jihoon. Akhirnya aku menemukannya. Buta arah, memang
begitulah aku. Kadang kiri-kanan bisa tertukar olehku. “Eng? Sepertinya ada
yang kurang?” tanyaku setelah tiba di meja. Orang yang hadir hanya lima orang,
Doojoon-Hyegin, Jihoon-Jina, dan aku. Mana Jikyu? Kalau tidak salah, Jihoon
bilang kelompok belajarnya enam orang, walau aku tidak kenal semuanya, sih.
Kalau Doojoon, Hyegin, Jikyu, sih, aku kenal. Aku dekat dengan mereka, apalagi
Doojoon, adik kelasku. Jamkkanman! Kalau Doojoon dan Jina adik kelasku, berarti
mereka bukan kelompok belajar Jihoon, kan?
“Kenapa
sedikit sekali? Kelompok belajarmu kan enam orang?” tanyaku lagi, meminta
penjelasan. “Karena acara dipindahkan ke hari ini, tiga orang lagi tidak bisa
datang. Jikyu juga, dia sepertinya ragu. Dia bilang ‘lanjutkan saja duluan’”
jawab Jihoon. Dengan begini, aku saja yang tidak bawa teman. Sedih juga,
seharusnya aku bawa makhluk-makhluk Seoul itu.“Sudahlah, kita mulai saja” Jina
mengkode seorang pelayan. Ia membawa sebuah hidangan yang tertutup.
“Gomapsumnida” kata Jina.
“Kamu ingat
ini hari apa?” tanya Jihoon dengan senyuman. “Sabtu?” jawabku ragu. Masa’ dia
tidak tau hari apa sekarang? “Paboya! Bukan itu maksudku, hari spesial apa yang
terjadi hari ini?” ulangnya. Hari spesial? Umma juga bilang kalau ini hari yang
sepesial. Oh, geure! Ini hari ulang tahunku. Aku menatap Jihoon penuh terima
kasih, dia masih ingat! “Saengil chukkae!” ucap mereka serentak saat tutup
hidangan dibuka. Sebuah cake cokelat dengan banyak krim cokelat kesukaanku.
“Saengil
chukkae, Oppa!” seru sebuah suara yang kukenal dengan baik. “Minam?” tanya Jina
heran. Minam datang, bersama seorang lagi yang tidak kukenal. Wajah itu, mirip
Jikyu, tapi itu bukan dia. Aku menatap ke arah Jihoon meminta penjelasan, tapi
Jihoon terlihat tidak senang dengan kehadiran mereka.
“Nuguseyo?” tanyaku pada Minam
sambil menunjuk namja yang berpakaian agak lusuh itu, tambah lagi, sepertinya
dia agak mabuk. “Oppa, kenalkan, ini Jiwoo, pacarku!” “Hah?” Gawat. Perasaan
apa ini? Dadaku terasa sesak. Ini terlalu... Aku memang sudah menduga cepat
atau lambat Jina akan punya pacar, tapi tidak kusangka akan secepat ini. “Dia
adiknya Jikyu Oppa. Oppa tidak bisa datang dan meminta kami datang. Sebetulnya
kami baru pulang dari pesta juga, jadi dia agak mabuk” ujar Minam senang.
“Oh, senang berkenalan denganmu.”
Akhirnya, kulalui ulang tahunku dengan senyum-senyum palsu. Sakit hati!
Berpura-pura senang, padahal hatiku kecewa berat. Jihoon yang menyadari itu
membatalkan acara karaoke.
“Eoh? Dibatalkan?” tanya Minam
kecewa. Aku tau Minam suka karaoke, tapi kalau begini terus, aku... “Ne, sudah
terlalu malam. Bukan hanya kita saja yang ingin merayakan ulang tahun dengan
Kihyun, keluarganya pasti juga sudah menunggu. Sebaiknya kita pulang sekarang”
kata Jihoon beralasan. Terjadi hening beberapa saat “Geure, aku harus pulang. Jigeum.” tambahku sedikit menekankan
suara pada kata ‘jigeum’.
“Arraseoyo.. Oppa, ini memang
hadiah kecil dari kami, tapi terimalah!” katanya kembali tersenyum sambil
menyodorkan sebuah bingkisan. Aku menerimanya, tapi rasanya, aku nggak akan
sanggup melihat isinya. Apalagi itu dari mereka berdua. “Chukkaeyo, Kihyun
Oppa..”
“Kami duluan, ya!” ujarnya
ceria dari atas mobil sambil melambaikan tangan. Tanganku yang kaku balas
melambai tanpa kusadari, aku langsung menariknya. Sepeninggalan Minam, Jina
langsung meminta maaf. “Mianhae, mianhae, Oppa. Aku sudah berusaha tidak
mengajak Minam, aku juga sudah berusaha mengatakan ini pada Oppa secara halus.
Aku benar-benar tidak menyangka Minam akan datang, mianghaeyo..” “Gwenchana.
Bukan masalah besar.” kataku.
“Memangnya kenapa?” tanya
Hyegin yang tidak tau soal ini. “Bukan apa-apa, kok. Noona, sebaiknya soal
itu..” perkataan Doojoon terpotong begitu Jihoon datang setelah ke kasir.
“Kajja, kita pulang” ujarnya. “Bagaimana dengan Kihyun? Rumahnya kan di Seoul?”
tanya Hyegin. “Halmeoni tinggal di Incheon, kok. Aku ke sana saja. Duluan, ya”
jawabku langsung pergi dari sana menuju tempatku memarkir mobil.
“Kihyun-ah!” Jihoon mencekal
tanganku. Aku berbalik. Aku mengerti dia merasa tidak enak padaku, tapi
melihatnya terus bergini aku juga ikut merasa bersalah. “Mianhae. Aku
mengacaukan ulang tahunmu” katanya sedih.
“Aku akan mengantarmu pulang,
Jina bisa pulang sama mereka” dia makin mencengkram tanganku dan berseru pada
mereka “Aku mau mengantar Kihyun pulang! Kalian pulanglah duluan!” “Andwae!
Jihoon-ah..” tahanku lalu melepaskan tangannya “Kihyun-ah, gwenchana?”
tanyanya. Dalam kisah cinta kami, aku yang jadi yeoja.
“Gwenchana..” aku berjalan
cepat menuju tempat aku memarkir mobilku. “Kihyun Oppa, jangan minum-minum,
berhati-hatilah!” seru Jina cemas. Dari balik kaca mobilku, aku bisa melihat
mereka naik mobil yang dibawa Doojoon.
>>>Rumah Keluarga Besar Hwang, 08.36/Sabtu, 06
Agustus
“Aku datang..” ucapku saat
masuk ke dalam rumah itu. Sepertinya Appa dan Umma juga ada, mungkin Jihoon
benar, bukan hanya mereka saja yang ingin merayakan. “Saengil chukkae,
Kihyun-ah!” sambut halmeoni sambil menciumi kedua pipiku. “Gomawo..” kataku
berusaha tersenyum.
“Kami membuat makanan
kesukaanmu, ayo makan!” kata halmeoni. Sejujurnya, nafsu makanku benar-benar
hilang saat di LaSfera tadi. Tapi mungkin sekarang sudah agak membaik, aku akan
mencoba untuk makan. Aku juga tidak mau mengecewakan mereka. “Aku mau!” seruku
semangat.
>>>Kamar Lama Kihyun, 07.47/Minggu, 07 Agustus
“Duguseyo...” jawabku malas. Aku
terbangun dari tidurku yang seharusnya masih panjang itu. Mataku masih ingin
tidur. Yang kuingat, aku, Appa, dan Harabeoji minum-minum. Hingga aku mabuk dan
tertidur di ruang tamu. Tapi aku terbangun pukul 12 malam dan terjaga hingga 3
pagi karena menonton TV. Padahal masih
ngantuk, telepon sialan.
“Hyung, kau masih ngantuk?
Kalau begitu tidurlah lagi. Sudah, ya..” “Yak! Kau sudah membangunkanku demi
menjawab teleponmu, kau harus melanjutkan ucapanmu!” tahanku pada si penelepon.
Setelah kulihat namanya, ternyata Doojoon. Aku terlanjur membentaknya. “Hari
ini aku bertanding baseball! Dukung aku, hyung! Jebal!” pintanya memelas dari
balik telepon. “Oke” jawabku singkat.
>>>SMA Incheon, 08.50/ Minggu, 07 Agustus
“Ngomong-ngomong Kihyun Oppa,
matamu kenapa?” tanya Jina sambil menatap mataku. Mataku memang agak membengkak
dan menghitam. Eyelide-ku jadi membesar dan terlipat dua. “Mian, aku nggak
mendengarkanmu. Aku minum-minum tadi malam” jawabku sambil tertawa. “Ah.. Aku
jadi mengantuk, aku beli minum dulu, ada yang mau?”
“Hyung! Kau datang?” sapa
seseorang di belakangku. Jiwoo. “Ah, ne. Aku mau mendukung Doojoon. Kau juga
ikut?” tanyaku seolah-olah tak terjadi apa-apa. Memang, dia kan tidak ada salah
padaku, aku tidak boleh membencinya. “Ne. Keren, kan?” Aku mengangguk. Aku
penasaran, kenapa dia tidak bersama Minam. Aku yakin dia pasti akan membawa
pacarnya kemana-mana.
“Mana Minam-ssi?” tanyaku. Raut
wajahnya tiba-tiba berubah. Wajahnya yang sedari tadi tersenyum menjadi muram.
“Minam.. Dia ada di aula” jawabnya sambil menunduk lesu. Sesuatu telah terjadi
di antara mereka. Minam pasti sedih, tapi Jiwoo juga terlihat sedih, aku tidak
tega meninggalkannya.
“Hyung, hiburlah Minam..”
katanya tiba-tiba. “Ne?” tanyaku tak percaya. Apa dia baru saja memintaku untuk
mendekati pacarnya? “Aku tidak mau dia terus sedih. Ini memang salahku tapi,
aku tidak sanggup membuatnya menderita melihat kehadiranku. Mianhae hyung..”
Aku langsung menuju ke aula, meski aku agak tersesat, tapi aku sampai di sana.
Tapi aku tidak mengerti kenapa dia meminta maaf, aku senang malah.
“Minam-ah?” panggilku. “Kihyun
Oppa?” dengan cepat, sepertinya Minam langsung mengenali suaraku. Wajahnya
sedikit lesu, tapi jelas dia habis menangis. “Mau kopi kaleng?” tanyaku.
Wajahnya kembali ceria dan mengangguk. Kami pergi keluar dan duduk di bangku
taman yang di sebelahnya ada mesin penjual kopi otomatis. Aku tidak tau harus
berbuat apa, hatiku bertindak cepat dari yang kuduga. Aku berlutut di depannya.
Dia terlihat sedikit terkejut dengan sikapku.
“Apa yang terjadi hari ini? Ini
terlihat seperti kamu habis menangis. Apa dia menyakiti hatimu?” tanyaku. Dia
tidak menjawab. Kamu adalah orang yang paling berharga bagiku di dunia. Aku
tidak ingin kamu sedih. Aku berdiri dan membeli kopi. Aku memberi satu padanya,
dia menerimanya dengan senyuman.
“Gomawo, Oppa neomu joheun
saramiya” katanya. Di kata-kata itu, aku hanya tersenyum. Aku duduk dan
menyatakan perasaanku padanya.
“Kamu ingat? Ketika aku datang
ke mari, aku dan Jihoon bertingkah seperti sepasang couple, dan kamu tertawa,
aku pun terjaga semalaman pada malam itu. Ketika kamu merasa senang, aku merasa
bahagia juga.” Aku berhenti bicara dan menatapnya, dia tetap diam. Dia bahkan
tidak meminum kopinya.
“Kamu membawa keceriaan ke
hari-hariku, hari ketika aku menunggumu, malam ketika aku merindukanmu. Walau
aku sedang sendirian, aku baik-baik saja bila dapat melihatmu. Kamu selalu ada
untukku, kapanpun itu, bahkan tanpa memintamu, kamu akan datang untuk
menghiburku. Sekarang aku yang akan selalu ada untukmu. Kanapa kamu menangis?
Katakan, apa yang terjadi sehingga kamu menangis?” Dia masih tidak menjawab.
Aku ingin dia mengetahui perasaanku padanya.
“Apa kamu tau apa yang
kurasakan pada hari itu? Saat malam kita berpesta bersama, saat hari ulang
tahunku, kamu memperkenalkanku pada seorang namja mabuk yang membawamu kesana.
Jika kamu merasa senang, maka aku juga senang.” Karena kesal mengingat kejadian
itu, aku mengalihkan perhatian ke kopiku, bahkan aku hampir meremukkannya.
“ Tapi ketika kumelihat ke
namja yang berdiri di sampingmu itu, dia sangat berbeda denganku. Semua akan
kulakukan, bahkan bilang ‘senang berkenalan denganmu’ padanya. Perbedaan antara
aku dan namja yang membuatmu menangis adalah bahwa semua akan kulakukan untuk
membuatmu senang..” Tiba-tiba Minam memelukku. Aku makin cemas. “Minam-ah,
gwenchana?”
“Gomawo.. gomawo..” isaknya.
Tak kusangka aku baru saja juga membuatnya menangis. “Minam-ah..” Dia memelukku
makin erat. Jamkkanman, aku kan bisa jadi salah tingkah. “Gomawo, Oppa neomu
joheun saramiya..” Aku ikut memeluknya masih bersama kaleng kopiku, dan aku
membelai rambut halusnya. Setelah dia berhenti menangis, aku melepaskan
pelukannya.
“Merasa lebih baik?” tanyaku
kemudian. Dia mengangguk kecil dan senyumnya mulai muncul. “Wae geure?” tanyaku
masih penasaran penyebab pertengkaran mereka. Aku sih, senang-senang saja
mereka bertengkar. Bagus malah. Tapi Minam mungkin tertekan, aku harus
membuatnya merasa lebih nyaman. “Tadi malam, setelah pulang dari ulang tahun
Oppa, kami bertengkar.” Air matanya tiba-tiba mulai menggenang lagi. “Apa yang
membuat kalian bertengkar?”
“Dia menjelek-jelekkan Oppa..
Aku.. Aku tidak menyukainya.. Oppa sangat berharga, aku tidak ingin mendengar
orang itu bilang begitu.. Aku menyurunya minta maaf, tapi dia makin
menjadi-jadi.. Dia marah padaku, tapi aku malah merasa bersalah padanya...
Ketika aku meminta maaf padanya, dia malah membentakku.. Aku tak bisa mengontrol diri, kami pun langsung putus
saat itu juga.. Mianhae Oppa, aku tak bisa membelamu..” tangisnya meledak. Aku
langsung memeluknya dan menenangkannya.
“Minam-ah, uljima.. bukankah
dia bukan satu-satunya orang yang bisa bahagia bersamamu?” tanyaku setelah
tangisnya mereda. Aku melepas pelukannya. “Bukankah aku berharga bagimu?”
tanyaku menggodanya. Dia mulai tersenyum. “Oppa, johahae..” katanya sambil
tertawa. “Saranghae.. Nae yeojachinguga doeeojullae?” Dia pun mengangguk lalu
memelukku. “Oppa neomu joheun saramiya..”
Tambahan Cerita
>>> LaSfera, 07.30 PM/ Minggu, 07 Agustus
“Jadi, ada apa, Jiwoo-ya?”
tanyaku. Sudah 10 menit sejak kedatanganku, tapi dia tidak memberi tau
maksudnya menyuruku kemari. Dia meneguk kopinya, lalu menatapku. “Aku belum
mengerti perasaan Minam kepadaku 2 minggu ini. Apa dia benar-benar menyukaiku?”
Ah? Apa ini berarti dia curhat padaku?
“Awal kami bertemu, semua
karena Doojoon. Aku dan Doojoon sama-sama masuk klub Baseball. Kami bertemu
Doojoon mentraktir kami makan karena kemenangan mutlaknya pada suatu
pertandingan Baseball.” Oh, yang waktu itu. Aku melihat pertandingan itu.
Setelah putaran ke-5, Doojoon terus mencetak angka. Aku berpikir, ‘hebat sekali dongsaengku ini’, sejak
itu, aku benar-benar menyayanginya.
”Ternyata, itu dilanjutkan
dengan kencan buta, walau Doojoon tak menyetujui itu. Aku berpasangan dengan
Minam, aku sempat heran Doojoon terlihat kecewa karena itu. Kupkir dia menyukai
Minam, tapi tidak, dia sangat mencintai Noonanya” Jiwoo lalu meminum kopinya
kembali. Agar tidak terkesan canggung, aku bertanya kelanjutan ceritanya.
Mungkin itu sebabnya Doojoon selalu bertingkah benar-benar melindungiku.
Aku tidak merasakan apa-apa
saat itu, tapi kami terus dijodohkan oleh anak-anak selokal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar