Senin, 26 November 2012

Good Person FF


Good Person
Author : Park Ririn
Story of Love
Character : Hwang Kihyun (my original chara)

>>> SMA Incheon, 04.06 PM/ Kamis, 24 Juni
          “Sekolahmu asyik, ya..” kataku pada Jihoon. Aku sedang berada di sekolahnya Jihoon. Dia temanku saat SMA. Kami pisah sekolah karena dia pindah rumah ke Incheon, padahal kami sudah masuk SMA yang sama. Dia pindah di tengah semester kemarin.  Jujur, kami lengket seperti kekasih.
            “Tidak juga. Kalau kamu mau, datang saja setiap hari” jawabnya. Tiba-tiba terdengar suara lembut dari belakang kami. “Oppa, Jina memanggilmu, tuh..” begitu aku berbalik, seorang yeoja manis berdiri di belakang Jihoon. “Oh, wae?” tanya Jihoon. “Katanya ada hal penting. Neoui chingu?” tanyanya saat menyadari bahwa aku sedang memperhatikannya.
            “Ne” Jihoon lalu merangkulku “Pacarku, mau kukenalkan?” dia tertawa. Kupikir manis sekali. “Arraseo, tapi Jina dulu!” katanya mengingatkan Jihoon. “Oh!” Jihoon hendak menarikku pergi “Ah! Tidak bisa, Oppa saja” tahan yeoja itu. ”Eoh?? Terus anak ini sama siapa? Dia hanya kenal aku di sini, bisa-bisa dia nyasar lagi!” kata Jihoon sambil tertawa. Aku hanya tertawa kecil saja. Lagi pula, tadi aku memang nyasar sebelum ketemu Jihoon.
            “Aku temani dia” jawab yeoja itu. Jihoon tersenyum padaku, awalnya aku tak mengerti maksud senyumannya, setelah dia mengerling usil, aku jadi mengerti. Sepertinya dia tau kalau aku tertarik pada yeoja itu. Dia pun pergi. Sepeninggalan Jihoon, aku tak tau harus memulai percakapan dari mana, aku yah.. sedikit pemalu. Aku tidak pandai membuka percakapan.
            “Jina suka padanya” kata yeoja itu tiba-tiba “mwo?” tanyaku tak percaya. Jihoon memang ganteng dan pintar, sih. Tapi kenapa dia? Dia kan milikku! Kekeke, kalah deh aku, Jihoon dapet yeoja chingu duluan.
            “Ne. Sejak pertama lihat katanya” jawabnya. “Hmmm...” Mirip aku. “Aku Choi Minam, Oppa?” tanyanya. Choi Minam, nama yang cocok untuknya. “Hwang Kihyun imnida” kataku menjawab pertanyaannya.
            “Sebenarnya, aku juga suka Jihoon Oppa” Deg! Benar-benar bikin kecewa. Jihoon lagi, pacarku banyak yang suka. Tambah lagi, dia curhatnya ke aku. Bikin makin.. hhh.. “Tapi aku nggak pernah bilang sama Jina. Jadi aku terpaksa mendukungnya” dia melanjutkan ceritanya.
            “Andwae” kataku. “Waeyo?” tanyanya kecewa. “Dia tunanganku, hanya aku yang boleh bersamanya” candaku, dan dia tertawa. Oh my.. Tawanya, tidak akan pernah kulupakan. “Arraseo, dia milikmu. Lagi pula, Jina belum tentu diterima” jawabnya santai. Aku cukup kecewa. Ternyata dia masih berharap pada Jihoon. Tapi Jihoon temanku, aku tidak boleh memikirkan perasaan pribadiku saja. Minam tetap orang yang kusuka dan Jihoon tetap pacarku.

>>> Jalan menuju rumah Jihoon, 06.00 PM/ Kamis, 24 Juni
            “Kamu nerima?” tanyaku saat berjalan pulang ke rumahnya Jihoon. Besok liburan dimulai, aku menginap di rumahnya untuk mengisi liburan. Lagi pula selama libur, hanya ada aku dan Jihoon saja di rumah. Jihoon anak tunggal, orang tuanya sedang pergi liburan juga. Aku cukup dekat dengan kedua orang tuanya.
            “Ani” jawabnya singkat. “Eoh? Wae? Jina itu nggak secantik Choi Jina, ya?” tanyaku polos. Dia malah menjitak kepalaku sambil tertawa. “Jina itu cantik. Aku nggak sebanding dengannya. Aku nggak mau reputasinya turun gara-gara punya pacar sepertiku” kilahnya. Dasar pembohong, aku tau itu bukan alasannya. “Kamu sangat mencintaiku, karena itu kamu tidak mau selingkuh?” kataku menggodanya. Dia tertawa.
            “Aniya. Aku hanya nggak ingin membuatmu patah hati begitu tau pacarmu punya pacar baru” Itu terdengar jelas bahwa dia menerima Jina. “Kamu nerima, ya? Berarti cuma aku saja yang belum punya pacar?” kataku agar dia tau aku kecewa dia punya pacar duluan.
            “Jadi kamu anggap aku apa?” tanyanya menatap ke arahku sinis. “Aku kan tunanganmu?” lanjutnya sambil terseyum. “Tenang saja, nanti pasti dapat” katanya sambil merangkulku “Ne” jawabku.
           

“Kita sudah mau naik kelas 3, ya?” Jihoon pun menjawab “Ne, ngomong-ngomong naik kelas, Agustus nanti, untuk merayakan naik kelasnya kita, 6 orang anggota kelompok belajarku mengadakan acara makan-makan, lalu karaoke sampai malam. Kamu mau ikut?” “Sepertinya akan seru, aku ikut!” seruku. “Jangan lupa, kamu pergi sendiri. Aku pergi sama Jina” Jihoon mengingatkan. “Ne, aku mengerti, aku pergi sendirian. Lagian, halmeoni tinggal di sini.” kataku.

>>> Rumah Kihyun, 05.00 PM/ Sabtu,06 Agustus
          “Hari ini?” tanyaku tak percaya. “Ne, malam ini. Kamu tau LaSfera? Kita makan di sana. Kami akan menunggumu” jawab Jihoon dari telepon. “Oh, arraseo. Siapa saja kelompok belajarmu itu?” tanyaku lagi. “Orang yang sudah kamu kenal, kok. Tak perlu khawatir, Jikyu akan menemanimu” jawabnya dengan nada menghibur.
            “Kalaupun hanya aku saja yang sendirian aku tetap akan datang, kok, kan ada kamu, tunanganku” kataku berusaha terdengar senang. Aku masih menyukai Minam sampai sekarang, dan tidak berniat mencari yang lain. Jadi aku masih belum punya pacar, walau kesempatan itu ada. Akhir-akhir ini, beberapa yeoja menyatakan perasaannya padaku.
            “Arraseo, uljima. Saranghae..” ucapnya menutup pembicaraan. “Saranghae..” balasku setelah menutup telepon. “Saranghae..?” aku mulai teringat kalau aku nggak jadi bilang ‘saranghae’ ke Minam. Selama libur di Incheon, yang kulakukan hanya bertemu Minam, mengajaknya jalan-jalan. Bukan kencan, sih. Lebih tepatnya, kami sama-sama memata-matai Jihoon dan Jina. Mereka masuk cafe, kami juga. Saat itu, aku jadi tau kalau Minam suka cokelat panas.
            “Aku mulai mengenalnya dengan baik” gumamku mengingat-ingat saat kami bersama. Warna kesukaannya adalah hijau, dia suka topi yang bundar dan lebar. Dia tidak terlalu suka highheels, dia selalu pakai celana di bawah lutut, dan sepatu kets, menurutnya lebih bebas dan nyaman. Beda dengan Jina yang suka pakai rok dan highheels. Tipe Jihoon banget. Aku juga tau Minam sangat manis saat tersenyum dan tawanya khas sekali.
            “Senyumnya..” aku membayangkan senyum Minam. Dia membawa keceriaan di hari-hariku, walau cuma saat libur aku bisa bersamanya, tapi aku merasa hari-hari saat aku bersamanya terasa lebih hangat. Senyumnya membawa keceriaan dan menghilangkan semua kesedihanku. Dia juga menghiburku begitu aku meneleponnya curhat kalau Jihoon hilang dan aku sendirian di rumah. Dia langsung menjemputku dari rumah Jihoon dan mengajakku jalan-jalan.
            “Saat itulah seharusnya kau mengatakannya. Jinjja, padahal itu saat yang paling pas untuk menyatakannya, tapi kenapa aku tidak sanggup mengatakannya?” aku terdiam beberapa saat. “Ah, kenapa aku bicara sendiri?” kataku tersadar dan segera bersiap untuk pergi.
            “Kihyun-ah, mau kemana?” tanya Umma. “Jihoon mengadakan acara, aku mau ke Incheon. Pulangnya aku ke rumah halmeoni saja, aku menginap” jelasku. “Sayang sekali, padahal ini hari yang spesial..” ujar Umma kecewa. Aku tidak mengerti maksud ‘hari yang spesial’ itu, tapi aku tidak terlalu memikirkannya. Aku tetap pergi. “Annyeong, Umma!”

>>>LaSfera, 07.00 PM/ Sabtu, 06 Agustus
            “Kihyun-ah! Kami di sini!” panggil Jihoon. Akhirnya aku menemukannya. Buta arah, memang begitulah aku. Kadang kiri-kanan bisa tertukar olehku. “Eng? Sepertinya ada yang kurang?” tanyaku setelah tiba di meja. Orang yang hadir hanya lima orang, Doojoon-Hyegin, Jihoon-Jina, dan aku. Mana Jikyu? Kalau tidak salah, Jihoon bilang kelompok belajarnya enam orang, walau aku tidak kenal semuanya, sih. Kalau Doojoon, Hyegin, Jikyu, sih, aku kenal. Aku dekat dengan mereka, apalagi Doojoon, adik kelasku. Jamkkanman! Kalau Doojoon dan Jina adik kelasku, berarti mereka bukan kelompok belajar Jihoon, kan?
            “Kenapa sedikit sekali? Kelompok belajarmu kan enam orang?” tanyaku lagi, meminta penjelasan. “Karena acara dipindahkan ke hari ini, tiga orang lagi tidak bisa datang. Jikyu juga, dia sepertinya ragu. Dia bilang ‘lanjutkan saja duluan’” jawab Jihoon. Dengan begini, aku saja yang tidak bawa teman. Sedih juga, seharusnya aku bawa makhluk-makhluk Seoul itu.“Sudahlah, kita mulai saja” Jina mengkode seorang pelayan. Ia membawa sebuah hidangan yang tertutup. “Gomapsumnida” kata Jina.
            “Kamu ingat ini hari apa?” tanya Jihoon dengan senyuman. “Sabtu?” jawabku ragu. Masa’ dia tidak tau hari apa sekarang? “Paboya! Bukan itu maksudku, hari spesial apa yang terjadi hari ini?” ulangnya. Hari spesial? Umma juga bilang kalau ini hari yang sepesial. Oh, geure! Ini hari ulang tahunku. Aku menatap Jihoon penuh terima kasih, dia masih ingat! “Saengil chukkae!” ucap mereka serentak saat tutup hidangan dibuka. Sebuah cake cokelat dengan banyak krim cokelat kesukaanku.
            “Saengil chukkae, Oppa!” seru sebuah suara yang kukenal dengan baik. “Minam?” tanya Jina heran. Minam datang, bersama seorang lagi yang tidak kukenal. Wajah itu, mirip Jikyu, tapi itu bukan dia. Aku menatap ke arah Jihoon meminta penjelasan, tapi Jihoon terlihat tidak senang dengan kehadiran mereka.
“Nuguseyo?” tanyaku pada Minam sambil menunjuk namja yang berpakaian agak lusuh itu, tambah lagi, sepertinya dia agak mabuk. “Oppa, kenalkan, ini Jiwoo, pacarku!” “Hah?” Gawat. Perasaan apa ini? Dadaku terasa sesak. Ini terlalu... Aku memang sudah menduga cepat atau lambat Jina akan punya pacar, tapi tidak kusangka akan secepat ini. “Dia adiknya Jikyu Oppa. Oppa tidak bisa datang dan meminta kami datang. Sebetulnya kami baru pulang dari pesta juga, jadi dia agak mabuk” ujar Minam senang.
“Oh, senang berkenalan denganmu.” Akhirnya, kulalui ulang tahunku dengan senyum-senyum palsu. Sakit hati! Berpura-pura senang, padahal hatiku kecewa berat. Jihoon yang menyadari itu membatalkan acara karaoke.
“Eoh? Dibatalkan?” tanya Minam kecewa. Aku tau Minam suka karaoke, tapi kalau begini terus, aku... “Ne, sudah terlalu malam. Bukan hanya kita saja yang ingin merayakan ulang tahun dengan Kihyun, keluarganya pasti juga sudah menunggu. Sebaiknya kita pulang sekarang” kata Jihoon beralasan. Terjadi hening beberapa saat “Geure, aku harus pulang. Jigeum.” tambahku sedikit menekankan suara pada kata ‘jigeum’.
“Arraseoyo.. Oppa, ini memang hadiah kecil dari kami, tapi terimalah!” katanya kembali tersenyum sambil menyodorkan sebuah bingkisan. Aku menerimanya, tapi rasanya, aku nggak akan sanggup melihat isinya. Apalagi itu dari mereka berdua. “Chukkaeyo, Kihyun Oppa..”
“Kami duluan, ya!” ujarnya ceria dari atas mobil sambil melambaikan tangan. Tanganku yang kaku balas melambai tanpa kusadari, aku langsung menariknya. Sepeninggalan Minam, Jina langsung meminta maaf. “Mianhae, mianhae, Oppa. Aku sudah berusaha tidak mengajak Minam, aku juga sudah berusaha mengatakan ini pada Oppa secara halus. Aku benar-benar tidak menyangka Minam akan datang, mianghaeyo..” “Gwenchana. Bukan masalah besar.” kataku.
“Memangnya kenapa?” tanya Hyegin yang tidak tau soal ini. “Bukan apa-apa, kok. Noona, sebaiknya soal itu..” perkataan Doojoon terpotong begitu Jihoon datang setelah ke kasir. “Kajja, kita pulang” ujarnya. “Bagaimana dengan Kihyun? Rumahnya kan di Seoul?” tanya Hyegin. “Halmeoni tinggal di Incheon, kok. Aku ke sana saja. Duluan, ya” jawabku langsung pergi dari sana menuju tempatku memarkir mobil.
“Kihyun-ah!” Jihoon mencekal tanganku. Aku berbalik. Aku mengerti dia merasa tidak enak padaku, tapi melihatnya terus bergini aku juga ikut merasa bersalah. “Mianhae. Aku mengacaukan ulang tahunmu” katanya sedih.

“Aku akan mengantarmu pulang, Jina bisa pulang sama mereka” dia makin mencengkram tanganku dan berseru pada mereka “Aku mau mengantar Kihyun pulang! Kalian pulanglah duluan!” “Andwae! Jihoon-ah..” tahanku lalu melepaskan tangannya “Kihyun-ah, gwenchana?” tanyanya. Dalam kisah cinta kami, aku yang jadi yeoja.
“Gwenchana..” aku berjalan cepat menuju tempat aku memarkir mobilku. “Kihyun Oppa, jangan minum-minum, berhati-hatilah!” seru Jina cemas. Dari balik kaca mobilku, aku bisa melihat mereka naik mobil yang dibawa Doojoon.

>>>Rumah Keluarga Besar Hwang, 08.36/Sabtu, 06 Agustus
“Aku datang..” ucapku saat masuk ke dalam rumah itu. Sepertinya Appa dan Umma juga ada, mungkin Jihoon benar, bukan hanya mereka saja yang ingin merayakan. “Saengil chukkae, Kihyun-ah!” sambut halmeoni sambil menciumi kedua pipiku. “Gomawo..” kataku berusaha tersenyum.
“Kami membuat makanan kesukaanmu, ayo makan!” kata halmeoni. Sejujurnya, nafsu makanku benar-benar hilang saat di LaSfera tadi. Tapi mungkin sekarang sudah agak membaik, aku akan mencoba untuk makan. Aku juga tidak mau mengecewakan mereka. “Aku mau!” seruku semangat.

>>>Kamar Lama Kihyun, 07.47/Minggu, 07 Agustus
“Duguseyo...” jawabku malas. Aku terbangun dari tidurku yang seharusnya masih panjang itu. Mataku masih ingin tidur. Yang kuingat, aku, Appa, dan Harabeoji minum-minum. Hingga aku mabuk dan tertidur di ruang tamu. Tapi aku terbangun pukul 12 malam dan terjaga hingga 3 pagi karena menonton TV.  Padahal masih ngantuk, telepon sialan.
“Hyung, kau masih ngantuk? Kalau begitu tidurlah lagi. Sudah, ya..” “Yak! Kau sudah membangunkanku demi menjawab teleponmu, kau harus melanjutkan ucapanmu!” tahanku pada si penelepon. Setelah kulihat namanya, ternyata Doojoon. Aku terlanjur membentaknya. “Hari ini aku bertanding baseball! Dukung aku, hyung! Jebal!” pintanya memelas dari balik telepon. “Oke” jawabku singkat.


>>>SMA Incheon, 08.50/ Minggu, 07 Agustus
“Ngomong-ngomong Kihyun Oppa, matamu kenapa?” tanya Jina sambil menatap mataku. Mataku memang agak membengkak dan menghitam. Eyelide-ku jadi membesar dan terlipat dua. “Mian, aku nggak mendengarkanmu. Aku minum-minum tadi malam” jawabku sambil tertawa. “Ah.. Aku jadi mengantuk, aku beli minum dulu, ada yang mau?”
“Hyung! Kau datang?” sapa seseorang di belakangku. Jiwoo. “Ah, ne. Aku mau mendukung Doojoon. Kau juga ikut?” tanyaku seolah-olah tak terjadi apa-apa. Memang, dia kan tidak ada salah padaku, aku tidak boleh membencinya. “Ne. Keren, kan?” Aku mengangguk. Aku penasaran, kenapa dia tidak bersama Minam. Aku yakin dia pasti akan membawa pacarnya kemana-mana.
“Mana Minam-ssi?” tanyaku. Raut wajahnya tiba-tiba berubah. Wajahnya yang sedari tadi tersenyum menjadi muram. “Minam.. Dia ada di aula” jawabnya sambil menunduk lesu. Sesuatu telah terjadi di antara mereka. Minam pasti sedih, tapi Jiwoo juga terlihat sedih, aku tidak tega meninggalkannya.
“Hyung, hiburlah Minam..” katanya tiba-tiba. “Ne?” tanyaku tak percaya. Apa dia baru saja memintaku untuk mendekati pacarnya? “Aku tidak mau dia terus sedih. Ini memang salahku tapi, aku tidak sanggup membuatnya menderita melihat kehadiranku. Mianhae hyung..” Aku langsung menuju ke aula, meski aku agak tersesat, tapi aku sampai di sana. Tapi aku tidak mengerti kenapa dia meminta maaf, aku senang malah.
“Minam-ah?” panggilku. “Kihyun Oppa?” dengan cepat, sepertinya Minam langsung mengenali suaraku. Wajahnya sedikit lesu, tapi jelas dia habis menangis. “Mau kopi kaleng?” tanyaku. Wajahnya kembali ceria dan mengangguk. Kami pergi keluar dan duduk di bangku taman yang di sebelahnya ada mesin penjual kopi otomatis. Aku tidak tau harus berbuat apa, hatiku bertindak cepat dari yang kuduga. Aku berlutut di depannya. Dia terlihat sedikit terkejut dengan sikapku.
“Apa yang terjadi hari ini? Ini terlihat seperti kamu habis menangis. Apa dia menyakiti hatimu?” tanyaku. Dia tidak menjawab. Kamu adalah orang yang paling berharga bagiku di dunia. Aku tidak ingin kamu sedih. Aku berdiri dan membeli kopi. Aku memberi satu padanya, dia menerimanya dengan senyuman.
“Gomawo, Oppa neomu joheun saramiya” katanya. Di kata-kata itu, aku hanya tersenyum. Aku duduk dan menyatakan perasaanku padanya.

“Kamu ingat? Ketika aku datang ke mari, aku dan Jihoon bertingkah seperti sepasang couple, dan kamu tertawa, aku pun terjaga semalaman pada malam itu. Ketika kamu merasa senang, aku merasa bahagia juga.” Aku berhenti bicara dan menatapnya, dia tetap diam. Dia bahkan tidak meminum kopinya.
“Kamu membawa keceriaan ke hari-hariku, hari ketika aku menunggumu, malam ketika aku merindukanmu. Walau aku sedang sendirian, aku baik-baik saja bila dapat melihatmu. Kamu selalu ada untukku, kapanpun itu, bahkan tanpa memintamu, kamu akan datang untuk menghiburku. Sekarang aku yang akan selalu ada untukmu. Kanapa kamu menangis? Katakan, apa yang terjadi sehingga kamu menangis?” Dia masih tidak menjawab. Aku ingin dia mengetahui perasaanku padanya.
“Apa kamu tau apa yang kurasakan pada hari itu? Saat malam kita berpesta bersama, saat hari ulang tahunku, kamu memperkenalkanku pada seorang namja mabuk yang membawamu kesana. Jika kamu merasa senang, maka aku juga senang.” Karena kesal mengingat kejadian itu, aku mengalihkan perhatian ke kopiku, bahkan aku hampir meremukkannya.
“ Tapi ketika kumelihat ke namja yang berdiri di sampingmu itu, dia sangat berbeda denganku. Semua akan kulakukan, bahkan bilang ‘senang berkenalan denganmu’ padanya. Perbedaan antara aku dan namja yang membuatmu menangis adalah bahwa semua akan kulakukan untuk membuatmu senang..” Tiba-tiba Minam memelukku. Aku makin cemas. “Minam-ah, gwenchana?”
“Gomawo.. gomawo..” isaknya. Tak kusangka aku baru saja juga membuatnya menangis. “Minam-ah..” Dia memelukku makin erat. Jamkkanman, aku kan bisa jadi salah tingkah. “Gomawo, Oppa neomu joheun saramiya..” Aku ikut memeluknya masih bersama kaleng kopiku, dan aku membelai rambut halusnya. Setelah dia berhenti menangis, aku melepaskan pelukannya.
“Merasa lebih baik?” tanyaku kemudian. Dia mengangguk kecil dan senyumnya mulai muncul. “Wae geure?” tanyaku masih penasaran penyebab pertengkaran mereka. Aku sih, senang-senang saja mereka bertengkar. Bagus malah. Tapi Minam mungkin tertekan, aku harus membuatnya merasa lebih nyaman. “Tadi malam, setelah pulang dari ulang tahun Oppa, kami bertengkar.” Air matanya tiba-tiba mulai menggenang lagi. “Apa yang membuat kalian bertengkar?”


“Dia menjelek-jelekkan Oppa.. Aku.. Aku tidak menyukainya.. Oppa sangat berharga, aku tidak ingin mendengar orang itu bilang begitu.. Aku menyurunya minta maaf, tapi dia makin menjadi-jadi.. Dia marah padaku, tapi aku malah merasa bersalah padanya... Ketika aku meminta maaf padanya, dia malah membentakku.. Aku tak  bisa mengontrol diri, kami pun langsung putus saat itu juga.. Mianhae Oppa, aku tak bisa membelamu..” tangisnya meledak. Aku langsung memeluknya dan menenangkannya.
“Minam-ah, uljima.. bukankah dia bukan satu-satunya orang yang bisa bahagia bersamamu?” tanyaku setelah tangisnya mereda. Aku melepas pelukannya. “Bukankah aku berharga bagimu?” tanyaku menggodanya. Dia mulai tersenyum. “Oppa, johahae..” katanya sambil tertawa. “Saranghae.. Nae yeojachinguga doeeojullae?” Dia pun mengangguk lalu memelukku. “Oppa neomu joheun saramiya..”

Tambahan Cerita
>>> LaSfera, 07.30 PM/ Minggu, 07 Agustus
“Jadi, ada apa, Jiwoo-ya?” tanyaku. Sudah 10 menit sejak kedatanganku, tapi dia tidak memberi tau maksudnya menyuruku kemari. Dia meneguk kopinya, lalu menatapku. “Aku belum mengerti perasaan Minam kepadaku 2 minggu ini. Apa dia benar-benar menyukaiku?” Ah? Apa ini berarti dia curhat padaku?
“Awal kami bertemu, semua karena Doojoon. Aku dan Doojoon sama-sama masuk klub Baseball. Kami bertemu Doojoon mentraktir kami makan karena kemenangan mutlaknya pada suatu pertandingan Baseball.” Oh, yang waktu itu. Aku melihat pertandingan itu. Setelah putaran ke-5, Doojoon terus mencetak angka. Aku berpikir, ‘hebat sekali dongsaengku ini’, sejak itu, aku benar-benar menyayanginya.
”Ternyata, itu dilanjutkan dengan kencan buta, walau Doojoon tak menyetujui itu. Aku berpasangan dengan Minam, aku sempat heran Doojoon terlihat kecewa karena itu. Kupkir dia menyukai Minam, tapi tidak, dia sangat mencintai Noonanya” Jiwoo lalu meminum kopinya kembali. Agar tidak terkesan canggung, aku bertanya kelanjutan ceritanya. Mungkin itu sebabnya Doojoon selalu bertingkah benar-benar melindungiku.
Aku tidak merasakan apa-apa saat itu, tapi kami terus dijodohkan oleh anak-anak selokal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar