KaChangMin is back . . . ^^
KaChang buat nama blog baru nih, soalnya KaChang nggak mungkin ngasi "Miracle" seperti nama blog KaChang sebelumnya. Lagian DJ Yesung juga lagi WaMil ^^
KaChang bikin FF nih >w<
KaChang buat nama blog baru nih, soalnya KaChang nggak mungkin ngasi "Miracle" seperti nama blog KaChang sebelumnya. Lagian DJ Yesung juga lagi WaMil ^^
KaChang bikin FF nih >w<
Gegara KaChang belum pernah bikin FF ber-part, jadi KaChang lagi coba ^^
Cuma 12 chapter rencananya, sekarang masih dalam proses chapter 4
Soalnya otak KaChang lagi blank u,u
Oke, yang mau baca, kita lanjut
Yang enggak, baca juga artikel KaChang lain atau mampir ke blog lain ^^
Bisa juga buka blog KaChang yang satunya yang lebih berisi tentang KaChang
kaikaewook.blogspot.com
Enjoy the story, guys ^^
======================================================================
“Kau pembohong”
“Jika pekerjaanku adalah
pilihanku, maka kamu adalah pilihan hatiku”
“Pembohong!”
“Aku tak peduli. Tapi aku sudah
berjanji membuatmu bahagia –meski awalnya aku mendekatimu untuk memanfaatkanmu.
Jika kau ingin aku mati sekarang, mempidanaku, menghukumku, mempenjaraku atau
apapun itu, selama kau yang memintanya dan bahagia karenanya, aku siap. Hidupku
ada di tanganmu, karena hidupku untukmu”
“Dasar sok keren”
Tittle : My Life is
for You
Author : Park Ririn
Cast : Hwang Minhyun,
Choi Minki, Baekho (lupa) –other cast belum dibuat
Genre : Romance,
Crime
CHAPTER 1
“Jadi, partner-ku yang baru sudah
menungguku?” tanya namja itu. Ia baru saja keluar dari pintu kedatangan bandara
itu. Sambil celingukan mencari partner-nya, ia terus menelpon.
“Hanya dua orang? Kenapa harus
dilakukan berdua?” tanyanya menutup telpon itu dengan nada kesal. Ya, Minhyun lebih
suka melakukannya sendiri daripada berdua. Bisa saja partner-nya itu justru
menghambat langkahnya.
Minhyun kembali mencari-cari
partner-nya yang disebut-sebut sudah menunggunya di bandara itu. Sebelum sebuah
tengan mendarat di bahunya, Minhyun sudah berbalik dan melihat seorang namja
yang ingin menepuk bahunya itu berdiri di hadapannya.
“Annyeong” sapa namja itu
padanya. Ia mengembalikan posisi tangannya yang masih terangkat ketika ingin
menepuk bahu partner-nya itu.
Minhyun memperhatikan namja itu.
Dia lebih pendek dan terlihat polos. Badannya kecil dan rambutnya hitam. Dan
dia mengenakan seragam SMA. “Anak baru yang sering dibicarakan itu, ya?”
Namja itu tersentak. “Sering dibicarakan? Aku seterkenal itu?”
tanyanya senang.
“Ya, karena kau membunuh
partner-mu sendiri. Aku partner-mu yang ke-6, –kurasa?” balas Minhyun menatap
namja itu dengan senyum. Dia mengingat sesuatu, dari masa lalunya. “Kau
benar-benar masih murid SMA?”
Namja itu mengangguk dan sedikit
menceritakan riwayat hidupnya. Ayahnya orang organisasi itu, dan dia mengikuti
jejak ayahnya karena ayahnya mati ditangan partner-nya sendiri. Karena itu dia
juga membunuh partner-nya. Karena tugasnya selalu berhasil, bos organisasi itu
tak begitu mempedulikannya. Saat ini dia sudah tahun ketiga di SMA.
“Begitu? Bukannya sebentar lagi
kau ujian?” tanya Minhyun mengingat ini sudah semester dan tanggal keberapa.
Ntahlah, Minhyun merasakan kesan yang berbeda dari anak itu. Mungkin ia merasa,
ada dirinya di sana. Jadi dia tak terlalu membenci anak itu.
“Ya, karena itu kau beruntung
sunbae. Kau bisa mengerjakan tugasmu sendiri, kau tidak perlu bilang pada bos.
Aku harus kembali ke kelas sekarang, ini kunci mobilnya. Aku pergi dulu”
Mendengar pernyataan itu Minhyun
tersenyum. Ternyata anak ini sengaja menjemputnya agar bisa mengatakan hal itu.
‘Hey, aku menyukai anak ini’, pikir Minhyun sambil tersenyum. Ia melirik kunci
itu lalu pergi menuju mobilnya.
Minhyun memasuki gerbang
apartemen tempat tinggalnya. Apartemen itu sudah lama tak dimasukinya, dulu ia
menjalani hidup di dalamnya selama 6 tahun hingga pindah ke Amerika. Dia baru
pulang setelah sekian lama.
Dia terkenal sebagai seorang waiter yang ramah di restoran tempat
pekerjaan palsunya. Dia juga populer di lingkungan apartemennya, sehingga
orang-orang yang mengenalinya menyapanya.
Baru saja ia menaiki lift menuju
kamarnya, ia terkejut melihat seseorang dalam lift itu yang membawa banyak
tumpukan kardus di tangannya. Kenapa untuk sementara dia tidak meletakkan saja
bawaannya di lantai? Berusaha tidak memperdulikan orang itu, Minhyun
memalingkan wajahnya dan berdiri sejauh mungkin dari orang itu.
Lift berhenti dan pintu terbuka,
orang di sebelahnya melangkah keluar dengan membawa kardus-kardusnya
tertatih-tatih. Belum lagi jauh orang itu melangkah, belum lagi pintu lift itu
kembali tertutup sepenuhnya, terlihat oleh Minhyun –yang memang sejak tadi
memperhatikan- orang itu tersandung dan terjatuh. Terdengar bunyi pecahan dari
dalam kardusnya dan sedikit jeritan dari orang itu –yang ternyata seorang
yeoja.
Minhyun khawatir, ia keluar dari
lift dan membantu orang itu. Mungkin saja ia satu-satu orang di sana yang dapat
membantunya.
“Gwenchanaseyo?” tanya Minhyun
cemas melihat orang itu.
“Gwenchana? Apa kau tidak lihat
wine-ku tumpah semua?” sahut yeoja itu kesal. Dan “Eotteokhae?” gumam yeoja itu
panik.
Minhyun kembali berdiri menyadari
tak ada yang perlu dikhawatirkannya dan mulai melangkah meninggalkan yeoja itu
sendiri.
“Chogiyo! Dangshin! Eodiga? Kau
harus membantuku!” seru yeoja itu tiba-tiba.
Minhyun berhenti menyadari orang
yang baru saja ditinggalnya berbicara padanya. “Naega? Naega wae?” tanya Minhyun
tak mengerti.
“Karena ini salahmu!”
“Salahku?” Minhyun meninggikan
suaranya.
“Tentu saja! Kau yang bertanggung
jawab! Saat kau melihat seorang yeoja kesulitan membawa barang bawaannya,
seharusnya namja dengan sigap langsung membantunya! Tapi kau tidak melakukannya,
jadi ini salahmu!” seru yeoja itu. Ia berdiri sekarang.
“Yang benar saja! Memangnya apa
yang bisa kau lakukan! Panggil saja orang untuk membersihkannya!”
“Yak! Wine-wine ini sangat
berharga bagiku!”
“Yak~??” ulang Minhyun tak percaya. Huh, dia bisa saja menodongkan
pistol pada yeoja itu sekarang, tapi . . “Ibwayo, agasshi. Kejadian ini tidak
ada hubungannya denganku, tapi aku dengan berbaik hati membelikanmu wine yang
baru dan kau harus melupakan semuanya”
“Aniyo! Bukan itu yang kuinginkan
dari wine-wine ini! Ini untuk kepentingan forensik!”
“Forensik? Kau? Orang ceroboh
sepertimu?” ledek Minhyun tak percaya.
“Yaakk!! Huh!” yeoja itu
mendengus kesal. Ia kembali berjongkok dan memungut pecahan botol itu satu per
satu. Minhyun menatapnya. Memperhatikan wajah cantik yeoja itu, membuatnya
bergerak mendekatinya untuk membatunya. Dia ikut memungut pecahan botol itu
dengan sapu tangan agar sidik jarinya tak bercampur. Tapi matanya mengarah pada
yeoja itu sekarang.
‘Jadi yeoja ini polisi bagian
forensik? Atau apa? Kenapa orang seperti ini bisa jadi polisi? Dia terlalu
ceroboh untuk menjadi polisi, dia tidak menggunakan sarung tangan untuk pecahan
ini. Dasar bod...’ “Akh!” Minhyun tersentak mendengar jeritan yeoja itu yang
tiba-tiba begitu melihat darah segar mengalir di jari-jari panjang Minhyun.
Minhyun hanya membiarkannya
seolah luka itu tak ada di situ. Ia hanya mengibaskan tangannya hingga darahnya
menyiprat ke lantai. “Apa yang kau lakukan! Tanganmu terluka! Harus segera
diobati!”
Yeoja itu menarika tangan Minhyun
yang terluka cukup dalam. Tapi toh, Minhyun tak acuh saja. “Appo, eo?”
“Aniyo” jawab Minhyun cuek. Luka
sekecil itu sih, sudah biasa baginya. Ia menarik tangannya kembali dan
melanjutkan pemungutan botolnya setelah menyobek sapu tangannya membalut luka
itu agar pendaharahannya berhenrti.
“Ini bisa infeksi!” Yeoja itu
cepat-cepat memungut pecahannya, membawa kardus2 yang kini sudah tidak berat
itu lagi dengan satu tangan dan tangan lainnya menarik Minhyun berdiri.
Minhyun tengah duduk di kursi
ruang tamu yeoja itu sekarang, menunggu yeoja itu selesai mengobati luka pada
jarinya. Bosan menunggu, Minhyun melemparkan pandangan ke rumah itu. Ini bukan
yang pertama kalinya ia berurusan dengan polisi, tapi ini kali pertama ia masuk
ke rumah seorang polisi. Yeoja pula.
Ia tak menyangka, rumah polisi
ternyata lebih normal dari yang dibayangkannya. Bayangannya sih, rumah itu beda
tipis saja dengan kantor polisi dengan penjara kecil di sudutnya.
“Selesai!” seru yeoja itu.
Minhyun agak terkejut dan menatap jarinya.
“A . . Apa ini?” tanyanya melihat
gulungan perban menempel asal pada tangannya. Mungkinkah itu jarinya tadi?
Tidak pernah ia melihat perban sejelek ini sejauh ia terluka.
Minhyun mengangkat kepalanya. Dan
tidak menemukan yeoja itu lagi. “Kemana dia?” Minhyun berdiri dan mulai
menggerakkan tangannya lalu mengitari ruangan. Baru beberapa langkah ia
berjalan, terdengar teriakan dari arah yang kemungkinan besar dapur.
“Jangan beranjak pergi! Jangan
mengitari rumahku! Duduk di sana selagi aku membuat minuman!!”
Minhyun dengan rasa takut,
kembali duduk di tempatnya semula. Kenapa dia takut? Minhyun selalu berhasil
mengetahui setiap sesuatu yang mengejutkannya. Misalnya saja saat partner-nya
tadi ingin menepuk pundaknya, ia bisa merasakan kehadirannya. Tapi yeoja ini
berhasil membuatnya dikejutkan berkali-kali.
Minhyun kembali terkejut melihat
segelas susu dan segelas kopi di depan mejanya. Kenapa ia tidak bisa merasakan
hawa yeoja itu? Ketika Minhyun berpikir kopi itu miliknya, tangan yeoja itu sudah
lebih dulu menyambar susu dan menyodorkannya pada Minhyun.
“Mwo? Untukku?” tanyanya tak
percaya.
“Eum!” sahut yeoja itu dengan
anggukan.
“Ha? Ha, ha.. haha..” Minhyun
tidak mau adu argumen lagi dengan yeoja itu dan langsung menerima susu itu dan
meneguknya secepat mungkin agar bisa segera pulang. Ia meletakkan gelas kosong
itu dan berdiri. “Gomaptda, untuk . . ini” kata Minhyun mengangkat jarinya yang
kini kaku. “Aku pulang dulu” Lalu ia tersenyum dan bergerak ke arah pintu.
Tak disangkanya juga bahwa yeoja
itu mengantarnya sampai depan pintu. Yeoja itu? Kenapa terus memanggilnya
dengan yeoja itu? Benar juga, dia kan polisi. Tidak boleh sampai berhubungan
dengannya. Kecuali . . Kecuali justru keadaan itu bisa berbalik di
manfaatkannya untuk mendapat informasi lebih dari kepolisian? Mungkinkah?
“Kau pulang sekarang?” tanya
yeoja itu. Ada semburat kekecewaan dari suaranya.
“Eum. Tapi, sebelum pulang, boleh
aku tau siapa nama penyembuh . . jariku ini?” Minhyun masih tidak bisa
melupakan betapa jelek jari itu jadinya. Telunjuk kiri kesukannya untuk menarik
pelatuk. Kecewa, oh kecewa.
“Namaku? Apa kita sedang
berkenalan? Apa bukannya kau yang terlebih dahulu mengulurkan tangan dan
menyebutkan nama?”
“Naega wae?” tanya Minhyun lagi.
Ia menautkan alisnya.
“Bukannya itu tugas namja?”
Kenapa sih, yeoja ini sejak tadi.
Kebanyakan nonton drama, polisi ceroboh, dan memberi susu sementara dirinya
sendiri minum kopi. Huh. Minhyun menjulurkan tangannya, mencoba tersenyum.
“Hwang Minhyun imnida” katanya mencoba bersikap halus.
Yeoja itu menjabat tangannya.
“Choi Minki imnida”
“Oh, Minki-ssi? Aah . . Aku akan
pulang sekarang. Gomaptda, atas segalanya”
“Berhubungan dengan polisi? Ide
gila macam apa itu?” tanya Baekho sambil tertawa. Suara tawa itu begitu keras,
bahkan tanpa me-loud speakernya pun
Minhyun sudah jelas mendengarnya dari telepon.
“Tidak buruk. Dia mirip boneka
porselen yang cantik. Dia juga ceroboh dan itu bagian termudahnya” balas
Minhyun sambil mengambil pistol yang akan digunakannya malam ini.
“Lalu? Siapa target-mu kali ini?”
“Presdir sebuah perusahaan kereta
api, ajumma yang sudah bercerai”
“Oh, kudengar dia korup”
“Berarti aku bukan orang yang
terlalu jahat, kan?” Minhyun tertawa pelan.
“Dan satu orang lagi?
Partner-mu?”
“Satunya kubereskan besok, partner-ku
masih SMA, dia harus belajar untuk kelulusannya”
Minhyun lalu menutup teleponnya.
Pistol mungil itu kini berada di balik saku pinggangnya yang tertutp pakaiannya
dan sebuah tas berisi perlengkapan kejahatan tak tampaknya yang membuat
kejahatannya selalu tanpa bekas dan sempurna. Minhyun berjalan menuju pintu dan
membukanya agar dapat melangkah keluar untuk langsung menuju rumah buruannya.
“Annyeong”
“WOAAAA!!” Minhyun jatuh
kebalakang karena kaget dan terduduk menelusuri wajah seseorang berada di depan
pintu rumahnya itu. Choi Minki? Apa yang ia lakukan di sini?
“Aku dengar pembicaraanmu, mau
kemana?”
Mati, aku –
End of Chapter 1
===============================================================
Gimana? Ngerti gak ceritanya? KaChang juga nggak ngerti --"
Soalnya otak KaChang bener2 blank, tapi karena ide cerita dah ada
Maksa2 bikin, dan hasilnya yah.......
KaChang masih pemula, jadi jangan ketawa kalau rasanya aneh ^^
Apalagi chapter 2, lebih parah gaje-nya u,u
Bye, jumpa lagi di chapter selanjutnya!! >w<
Tidak ada komentar:
Posting Komentar