FanFiction
Author : Park
Ririn a.k.a. Min Yika
Tittle : That
Bastard part I
Main Cast : Go
Roo-Chan, Kwon Ji-Yong, Ahn Chun-Ha
Other Cast : Go
Roo-Hwa, Ha Yideun, Ahn Jun-Ha, Oh Sehun, Ahn Da-Nil
Genre : Romance,
Sad Ending
Note :
Ini terinspirasi dari lagunya GD – That XX, 100% plagiat. Mian. Meski begitu,
banyak juga yang di-recycle karena tokoh utamanya diubah jadi yeoja. Yang
bercetak tebal, itu lirik dari lagu That XX. Tapi beberapa lirik, disebutkan
dalam gerakan jadi gak semuanya dibold.
Go
Paradise, sebuah bangunan yang terletak di sudut kota Seoul. Apartemen dengan
lantai dasar sebagai Paradise Cafe dan ruang makan, sedangkan lantai dua
sebagai apartemen nyaman bagi mahasiswa termasuk kamar keluargaku.
“Jiyong-ah!”
sapaku pada namja yang tinggal di kamar nomor 08 itu. Kamar yang berseberangan dari
kamarku sendiri. “Ah, annyeong Roochan-ah..” sapamu balik. “Mau ke mana?”
tanyamu. “Kangnam-dong, neon nal tarrahae?” ajakku semangat. Seandainya kamu
ikut, ini akan menjadi perjalanan yang menyenang kan. “Ah, mian. Aku mau ke
rumah pacarku. Mau kuantar?”
Aein.
Ah, aku lupa kalau kamu sudah punya pacar. Aku bahkan sampai melupakan
keberadaan si brengsek itu di dunia ini karena ia tega-teganya
mengkhianatimu. Sudah kubilang padamu, Ahn Chun-ha bukan cintamu. Berhentilah
mencintainya, maka kamu akan baik-baik saja.
“Jadi,
rumah Chunha-ssi di Kangnam?” tanyaku membuka pebicaraan. “Aniya,
aku hanya ingin mengantarmu” jawabmu dengan senyum lembut di bibir. “Bagaimana
kalau dia salah paham?” “Tidak akan, dia tak peduli kok..” jawabmu lagi dengan
polos. Ah, Jiyong-ah. Tak kah kau sadari sikap tak pedulinya itu karena ia tak
benar-benar mencintaimu?
“Aku
sangat mencintainya. Dia selalu mengerti tentangku. Dan aku akan mencintainya
selamanya” katamu. Wajahmu sangat berseri-seri. Kamu terlihat sangat bahagia
bersama yeoja itu. Aku ikut tersenyum mendengarnya. Ooh, jadi kau tetap
mencintai yeoja itu. “Kau percaya happy
ending? Tak mungkin kalian bisa bersama selamanya seperti dalam dongeng”
kataku mengingatkanmu untuk yang kesekian kalinya sekaligus melampiaskan isi
hatiku selama ini.
“Tentu
saja kami bisa” jawabmu sambil tertawa. Kau
bahkan percaya akhir yang bahagia. Aku tak tau harus berkata apa. Karena
senyummu, jika kau bahagia, aku juga akan bahagia. Karena kebahagiaanmu adalah
kebahagiaanku. Tapi aku mengetahui, senyummu itu senyum mengejek. Kau
membenciku, membenci pertanyaanku.
“Aku
turun di sini” kataku. Lalu kamu menurut dan menepikan mobil. Aku langsung
keluar dan mengucapkan “Gomawo”. Kamu tersenyum, pahit, lalu kembali melajukan
mobil. Dari wajahmu dan sikapmu yang dingin sejak pertanyaan terakhirku tadi,
aku tau kau langsung marah padaku. Kenapa kau malah membenciku? Aku justru
ingin menolongmu.
“Oppa,
kau kenal Ahn Chunha? Dia adiknya Daniel oppa, ani?” tanyaku beberapa saat
setelah memasuki toko. Sambil mencari-cari aksesoris aku ingin menyelidiki
Chunha lebih dalam. “Ne, wae?” balas oppa singkat. Mungkin dia sibuk. “Oppa,
Daniel oppa orang yang sangat baik, ani? Kenapa Ahn Chunha berbeda dengannya?”
tanyaku lagi. “Wae? Memangnya Junha kenapa?” “Si brengsek itu..” baru
saja aku akan bicara. Sepasang kekasih ikut masuk ke toko tersebut.
“Oh
Sehun? Dia sudah punya pacar? Dongsaengku berkembang cepat..” gumamku. “Oppa,
kita lanjutkan nanti” kataku lalu memutuskan telepon. Oh Sehun adalah hoobae
kesayanganku saat masih di OSIS SMA. Lho? Bukan hanya Sehun saja yang kukenal.
Yeoja itu kan..
“Jiyong-ah,
neon eodiya?” gumamku. Kau tetap tak mengangkat teleponku. Wae? Jangan benci
aku, jebal. Jiyong-ah, sudah berapa kali kukatakan bahwa jangan percaya pada
Chunha. Lihat, dia tidak mengenakan cincin yang pernah kau pamerkan padaku. Dia melepas cincin yang kau berikan dan
merangkul namja lain.
Aku
pulang ke rumah sekitar pukul 8 malam. Aku mengelilingi ¾ Seoul hari ini dalam
4 jam. Eomma dan oppa memarahiku, tapi appa malah membelaku. Menurutnya tak apa
sekali-kali aku keluar hingga malam. Aku menuju tangga untuk pergi ke cafe di
lantai dasar. Saat melewati kamar namja itu, aku tertarik untuk masuk ke sana.
Kuintip
dari lubang kuncinya, tak ada siapa-siapa di sana. Kuputar gagang pintunya dan
masuk ke dalam. Kuperhatikan kamar itu baik-baik. Aku sudah sering mengintip ke
dalam dari kamarku, tapi ini pertama kalinya aku masuk ke dalam. Kubuka laci
mejamu. Beberapa foto berserakan di sana. Fotomu bersama yeoja brengsek
itu.
“Mau
apa di kamarku?” Betapa terkejutnya aku mendengar suaramu. Aku berbalik,
menatapmu sinis. Kamu mendekatiku dan menutup laci mejamu. “Jiyong-ah,
sebaiknya kau tinggalkan yeoja itu” kataku. Kamu menatapku kaget. “Wae? Apa
hubungannya denganmu?” tanyamu dengan raut wajah kesal.
“Ketika aku sedang berjalan-jalan, aku tak
sengaja bertemu dengan pacarmu. Ternyata
perkiraanku benar. Aku sudah mengatakannya padamu” kataku. “Bukankah dia
tak ada di rumahnya saat kau mengunjunginya? Dia melepas cincin pemberianmu dan
pergi bersama namja lain!” kataku lagi. Jiyong-ah, sadarlah bahwa ia tak
mencintaimu!
“Dia tak mungkin melakukannya. Memangnya
apa urusanmu?! Ka! Kau pasti salah lihat!” bentakmu padaku. Mwo?! Ara, aku tak akan membahasnya lebih jauh. Aku
tidak ingin menyakitimu. Tapi kau malah membenciku. Kenapa? Aku menyadari kamu
sedang marah.
“Ah,
geure. Kurasa kau benar, yang kulihat
pasti orang lain. Mian” balasku setelah keheningan yang terjadi cukup lama
itu. Aku pergi meninggalkan kamarmu dan menuju lantai dasar. Aku berbohong untukmu. Mianhae.
Selesai
makan, aku kembali melewati kamarmu. Aku melakukan hal yang biasa kulakukan.
Aku mengintipmu dari lubang kunci. Kulihat kamu duduk di meja belajarmu. Kau
terlihat terpuruk. Aah, apa kau menangis?
Pukul
12 malam, aku terbangun. Aku mendengar suara yang ribut dari seberang kamarku.
Dari kamar Jiyong. Sepertinya kau menghidupkan musik rock. Kuintip lagi kau
dari balik tirai. Terlihat bayangan bantal melintas
Omo, kenapa kau mengamuk? Aku keluar dari
kamarku menuju kamarmu. Aku kembali mendengar bunyi-bunyi benturan dan sedikit
suara tangisan. Sampai kapan kamu akan
menangisinya seperti orang bodoh?
Aku
tanpa segan-segan memutar gagang pintu. Seperti biasa, kau tidak mengunci pintu
kamarmu. Kau menatapku, wajahmu memerah akibat alkohol yang kau minum dalam
jumlah banyak. “Kumohon, mulai saat ini
tinggalkanlah dia” kataku tanpa basa-basi. Kamu hanya diam dan kembali
menatap bir yang sudah lama kau simpan itu.
Ya,
aku bahkan mengetahui letak bir itu sejak datang kemari. “Selama kau bahagia
bersamanya, tak apa. Rasa sakit yang kau
simpan sendiri, maukah kamu membaginya padaku?” Kau terlihat tersenyum,
jadi aku lalu meninggalkanmu.
Besok
paginya, kamu telah menyapaku seperti biasa, seolah-olah -kemarin malam tidak
terjadi apa-apa. Entah karena kamu memang lupa, atau kamu mengikuti perkataan
terakhirku, molla.
“Oppa,
bagaimana Ahn Chunha menurutmu?” tanyaku saat kami sedang sarapan. “Molla, dia
baik kok..” jawab oppa sambil menyuap sarapannya. “Oppa!” “Tapi, adiknya Daniel
itu.. kalau tidak salah namanya Junha, bukan Chunha. Wae? Mau kukenalkan
padanya?” Hah? Apa maksud dari semua ini? Ternyata orang yang berbeda.
“Oppa,
nan Jiyongie johasseo..” “Mwo?!” Makanan itu berhamburan keluar dari mulutnya.
Oppa, itu kan jorok. Lagi pula aku menyukai seorang namja kan biasa. “Jiyongie?
Dia kan sudah punya pacar..?” kata oppa mengingatkan. “Oppa, Ahn Chunha, adalah
seorang saekki yeoja. Kemarin aku melihatnya bersama Oh Sehun” ceritaku.
“Jinjja?” “Ne”
“Yideun-ah!”
Aku berlari mengejar yeoja yang hampir memasuki kelas paginya hari ini.
“Roochan-ah.. Bernafaslah!” balasnya sambil cekikikan. Sedang aku masih mencoba
menarik nafasnya nafas.
“Bagaimana
dengan Ahn Chunha?” tanyaku di sela perjalanan kami menuju tempat duduk. “Hmm,
geu yeojaya.. kurasa kau benar, dia bukan yeoja baik-baik. Kudengar dia
playgirl” jawab Yideun. Dia temanku dari SMA yang sama, dan masuk universitas
yang sama. Aku memintanya menyelidiiki soal Ahn Chunha.
“Pacarku
dulu satu sekolah dengannya, dan dia bilang jangan percaya senyum Chunha..”
cerita Yideun serius. Ah, yeoja ini. Dia tak pernah bilang sebelumnya bahwa dia
punya pacar. “Junha-ya!” sapa Yideun pada seorang namja bertubuh tinggi dan
berambut cepak. Ah, tipe yang sudah pasaran. Jiyong lebih unik dari namja ini.
Juga lebih keras kepala.
“Berarti
kau adiknya Ahn Daniel oppa?” tanyaku. Ternyata adiknya teman kakakku pacaran
dengan temanku sendiri. Padahal oppa bilang akan mengenalkannya padaku. Padahal
Junha sudah punya pacar.
“Ne,
kau kenal hyung?” tanyanya balik. “Ne, kau kenal Chunha? Kupikir kalian orang
yang sama” kataku sambil tertawa. “Jangan samakan aku dengannya..” katanya ikut
tertawa. Yideun mau tak mau ikut tertawa juga.
“Junha-ya!”
Aku, Yideun dan Junha sedang mencari tempat yang kosong di kantin sampai
seseorang memanggil kami. Ternyata, Ahn Junha adalah temanmu. Semua temanmu mengenalnya dengan baik.
Kenapa hanya dirimu yang tidak mengetahui apa yang telah diketahui orang
lain? Yah, begitulah dirimu.
“Junha-ssi,
kau berteman dengan Jiyong dan kau membiarkannya pacaran dengan yeoja brengsek
itu?” protesku setelah kita berpisah di depan kantin. “Brengsek? Nama
yang bagus. Aku sudah pernah bilang, tapi cinta itu buta. Dia sepertinya
tergila-gila pada geu saekki yeoja” jawab Junha santai.
Geure.
Aku memperhatikanmu yang telah menjauh. Tak kah kau mendengarnya? Mereka bilang cinta itu buta. Oh, kamu
sangat buta. Aku sungguh berharap kalian berpisah.
Baru
saja aku menaiki tangga menuju kamarku, aku sudah menemukan pemandangan yang
menyakitkan mata begitu melihatmu bersama yeoja itu sedang berdiri di ujung
tangga.
Aku
terus memperhatikan kalian tanpa kalian menyadarinya. Senyumannya untukmu hanyalah senyuman palsu. Dia membelai rambut dan
menyentuh pipimu. Tapi sebenarnya dia juga sedang memikirkan namja lain. Kenapa
dia tega melakukan hal itu?
Aku
berjalan menaiki tangga dengan langkah yang dihentakkan sehingga menimbulkan
suara nyaring. Kalian menatapku, dan kamu menariknya menjauh memasuki kamarmu.
Aku sempat mengintip dari lubang kunci, dan itu ternyata hanya membuatku makin
membencimu. Aku membenci dirimu yang
tidak bisa memahamiku. Aku benci penantian ini.
Baru
kemarin kamu terpuruk mendengar perkataanku. Tapi sekarang kalian telah bersama
kembali. Kau tau betapa menyesalnya aku telah mengatakan padamu soal itu? Ketika melihatmu bersedih, aku merasa
seperti mati.
Pukul
10 malam, aku terbangun dari tidurku. Terdengar keributan dari kamarmu. Ah,
kalian sudah bertemu. Geure, aku yang melakukan semuanya. Aku mengirim e-mail
pada Sehunnie, kalau pacarnya ada di Go Paradise bersama namja lain. Jigeum,
kita tunggu saja endingnya. Aku
tersenyum mengintip kejadian di seberang. Lalu tertidur di depan jendela.
Kulihat
kamu sudah duduk di ruang makan kira-kira pukul 7. Kamu menyantap sarapanmu
dengan lesu. Kurasa, kamu sedang memikirkan siapa yang membuat namja tadi malam
bisa datang kemari. Yah, salahkan saja aku. Aku bahagia kalau kau tak
bersamanya.
Mobil mahal, pakaian mewah, restoran
berkelas. Itu semua cocok untukmu. Tapi si brengsek itu tak pantas
untukmu. Dia sungguh tak pantas untukmu. Si brengsek itu tidak mencintaimu.
Aku
duduk di meja makan setelah memesan semangkuk sereal gandum. Mata kita beradu
pandang. Kamu mengangkat nampanmu, lalu
meletakkannya di atas mejaku dan duduk di sebelahku.
“Yang
melakukan hal semalam, neoneun, ani?” tanyamu sok cool tanpa melihat ke arahku. “Ne” jawabku menantang. Terserah,
yang penting kau sudah putus dengannya. “Kalian sudah berpisah?” tanyaku sinis.
“Belum,
dia putus dengan Oh Sehun tadi malam. Justru kamu membantuku menyelesaikan
semuanya, gomawo” jawabmu sambil tersenyum menatapku. Mataku tak bergerak
memandang matamu. Matamu juga tak menunjukkan kebohongan sedikit pun. Dia
sedang tidak bercanda. Ini.. tidak adil!
“Apa yang si brengsek itu miliki dan tidak
padaku?!” bentakku kasar. Kamu menatapku kaget reaksiku. Beberapa orang lainnya
juga memandangku, tapi aku tak peduli. Perasaan yang sudah kutahan sejak lama
ini kini makin memuncak, air mataku tak dapat kutahan lagi!
“Semua seperti dosa sebanyak air mata yang
kau teteskan! Aku akan memperlakukanmu lebih baik! Pandanglah aku, kenapa
dirimu tak tau bahwa cintamu adalah aku! Kenapa hanya dirimu yang tak
menyadarinya?!” bentakku. Aah, michigesseo. Aku menghapus air mataku dan
berlari keluar rumah.
Oh,
Tuhan. Aku tak sanggup menghadapi lebih dari ini. Yang kulakukan hanya demi kebaikanmu,
kenapa yeoja brengsek itu malah makin mendapatkanmu?! Aku terlalu mencintaimu.
Sebaiknya aku melupakanmu. Karena bagaimanapun juga, kamu hanya akan mencintai
si brengsek itu. Arra.
~TBC~
~Bersambung ke Part II~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar