Rabu, 27 Maret 2013

THAT XX FanFiction



FanFiction
Author : Park Ririn a.k.a. Min Yika
Tittle : That Bastard part I
Main Cast : Go Roo-Chan, Kwon Ji-Yong, Ahn Chun-Ha
Other Cast : Go Roo-Hwa, Ha Yideun, Ahn Jun-Ha, Oh Sehun,                     Ahn Da-Nil
Genre : Romance, Sad Ending
Note : Ini terinspirasi dari lagunya GD – That XX, 100% plagiat. Mian. Meski begitu, banyak juga yang di-recycle karena tokoh utamanya diubah jadi yeoja. Yang bercetak tebal, itu lirik dari lagu That XX. Tapi beberapa lirik, disebutkan dalam gerakan jadi gak semuanya dibold.

Go Paradise, sebuah bangunan yang terletak di sudut kota Seoul. Apartemen dengan lantai dasar sebagai Paradise Cafe dan ruang makan, sedangkan lantai dua sebagai apartemen nyaman bagi mahasiswa termasuk kamar keluargaku.
“Jiyong-ah!” sapaku pada namja yang tinggal di kamar nomor 08 itu. Kamar yang berseberangan dari kamarku sendiri. “Ah, annyeong Roochan-ah..” sapamu balik. “Mau ke mana?” tanyamu. “Kangnam-dong, neon nal tarrahae?” ajakku semangat. Seandainya kamu ikut, ini akan menjadi perjalanan yang menyenang kan. “Ah, mian. Aku mau ke rumah pacarku. Mau kuantar?”
Aein. Ah, aku lupa kalau kamu sudah punya pacar. Aku bahkan sampai melupakan keberadaan si brengsek itu di dunia ini karena ia tega-teganya mengkhianatimu. Sudah kubilang padamu, Ahn Chun-ha bukan cintamu. Berhentilah mencintainya, maka kamu akan baik-baik saja.
“Jadi, rumah Chunha-ssi di Kangnam?” tanyaku membuka pebicaraan.  “Aniya,  aku hanya ingin mengantarmu” jawabmu dengan senyum lembut di bibir. “Bagaimana kalau dia salah paham?” “Tidak akan, dia tak peduli kok..” jawabmu lagi dengan polos. Ah, Jiyong-ah. Tak kah kau sadari sikap tak pedulinya itu karena ia tak benar-benar mencintaimu?


“Aku sangat mencintainya. Dia selalu mengerti tentangku. Dan aku akan mencintainya selamanya” katamu. Wajahmu sangat berseri-seri. Kamu terlihat sangat bahagia bersama yeoja itu. Aku ikut tersenyum mendengarnya. Ooh, jadi kau tetap mencintai yeoja itu. “Kau percaya happy ending? Tak mungkin kalian bisa bersama selamanya seperti dalam dongeng” kataku mengingatkanmu untuk yang kesekian kalinya sekaligus melampiaskan isi hatiku selama ini.
“Tentu saja kami bisa” jawabmu sambil tertawa. Kau bahkan percaya akhir yang bahagia. Aku tak tau harus berkata apa. Karena senyummu, jika kau bahagia, aku juga akan bahagia. Karena kebahagiaanmu adalah kebahagiaanku. Tapi aku mengetahui, senyummu itu senyum mengejek. Kau membenciku, membenci pertanyaanku.
“Aku turun di sini” kataku. Lalu kamu menurut dan menepikan mobil. Aku langsung keluar dan mengucapkan “Gomawo”. Kamu tersenyum, pahit, lalu kembali melajukan mobil. Dari wajahmu dan sikapmu yang dingin sejak pertanyaan terakhirku tadi, aku tau kau langsung marah padaku. Kenapa kau malah membenciku? Aku justru ingin menolongmu.

“Oppa, kau kenal Ahn Chunha? Dia adiknya Daniel oppa, ani?” tanyaku beberapa saat setelah memasuki toko. Sambil mencari-cari aksesoris aku ingin menyelidiki Chunha lebih dalam. “Ne, wae?” balas oppa singkat. Mungkin dia sibuk. “Oppa, Daniel oppa orang yang sangat baik, ani? Kenapa Ahn Chunha berbeda dengannya?” tanyaku lagi. “Wae? Memangnya Junha kenapa?” “Si brengsek itu..” baru saja aku akan bicara. Sepasang kekasih ikut masuk ke toko tersebut.
“Oh Sehun? Dia sudah punya pacar? Dongsaengku berkembang cepat..” gumamku. “Oppa, kita lanjutkan nanti” kataku lalu memutuskan telepon. Oh Sehun adalah hoobae kesayanganku saat masih di OSIS SMA. Lho? Bukan hanya Sehun saja yang kukenal. Yeoja itu kan..
“Jiyong-ah, neon eodiya?” gumamku. Kau tetap tak mengangkat teleponku. Wae? Jangan benci aku, jebal. Jiyong-ah, sudah berapa kali kukatakan bahwa jangan percaya pada Chunha. Lihat, dia tidak mengenakan cincin yang pernah kau pamerkan padaku. Dia melepas cincin yang kau berikan dan merangkul namja lain.


Aku pulang ke rumah sekitar pukul 8 malam. Aku mengelilingi ¾ Seoul hari ini dalam 4 jam. Eomma dan oppa memarahiku, tapi appa malah membelaku. Menurutnya tak apa sekali-kali aku keluar hingga malam. Aku menuju tangga untuk pergi ke cafe di lantai dasar. Saat melewati kamar namja itu, aku tertarik untuk masuk ke sana.
Kuintip dari lubang kuncinya, tak ada siapa-siapa di sana. Kuputar gagang pintunya dan masuk ke dalam. Kuperhatikan kamar itu baik-baik. Aku sudah sering mengintip ke dalam dari kamarku, tapi ini pertama kalinya aku masuk ke dalam. Kubuka laci mejamu. Beberapa foto berserakan di sana. Fotomu bersama yeoja brengsek itu.
“Mau apa di kamarku?” Betapa terkejutnya aku mendengar suaramu. Aku berbalik, menatapmu sinis. Kamu mendekatiku dan menutup laci mejamu. “Jiyong-ah, sebaiknya kau tinggalkan yeoja itu” kataku. Kamu menatapku kaget. “Wae? Apa hubungannya denganmu?” tanyamu dengan raut wajah kesal.
Ketika aku sedang berjalan-jalan, aku tak sengaja bertemu dengan pacarmu. Ternyata perkiraanku benar. Aku sudah mengatakannya padamu” kataku. “Bukankah dia tak ada di rumahnya saat kau mengunjunginya? Dia melepas cincin pemberianmu dan pergi bersama namja lain!” kataku lagi. Jiyong-ah, sadarlah bahwa ia tak mencintaimu!
Dia tak mungkin melakukannya. Memangnya apa urusanmu?! Ka! Kau pasti salah lihat!” bentakmu padaku. Mwo?! Ara, aku tak akan membahasnya lebih jauh. Aku tidak ingin menyakitimu. Tapi kau malah membenciku. Kenapa? Aku menyadari kamu sedang marah.
“Ah, geure. Kurasa kau benar, yang kulihat pasti orang lain. Mian” balasku setelah keheningan yang terjadi cukup lama itu. Aku pergi meninggalkan kamarmu dan menuju lantai dasar. Aku berbohong untukmu. Mianhae.
Selesai makan, aku kembali melewati kamarmu. Aku melakukan hal yang biasa kulakukan. Aku mengintipmu dari lubang kunci. Kulihat kamu duduk di meja belajarmu. Kau terlihat terpuruk. Aah, apa kau menangis?



Pukul 12 malam, aku terbangun. Aku mendengar suara yang ribut dari seberang kamarku. Dari kamar Jiyong. Sepertinya kau menghidupkan musik rock. Kuintip lagi kau dari balik tirai. Terlihat bayangan bantal melintas
 Omo, kenapa kau mengamuk? Aku keluar dari kamarku menuju kamarmu. Aku kembali mendengar bunyi-bunyi benturan dan sedikit suara tangisan. Sampai kapan kamu akan menangisinya seperti orang bodoh?
Aku tanpa segan-segan memutar gagang pintu. Seperti biasa, kau tidak mengunci pintu kamarmu. Kau menatapku, wajahmu memerah akibat alkohol yang kau minum dalam jumlah banyak. “Kumohon, mulai saat ini tinggalkanlah dia” kataku tanpa basa-basi. Kamu hanya diam dan kembali menatap bir yang sudah lama kau simpan itu.
Ya, aku bahkan mengetahui letak bir itu sejak datang kemari. “Selama kau bahagia bersamanya, tak apa. Rasa sakit yang kau simpan sendiri, maukah kamu membaginya padaku?” Kau terlihat tersenyum, jadi aku lalu meninggalkanmu.

Besok paginya, kamu telah menyapaku seperti biasa, seolah-olah -kemarin malam tidak terjadi apa-apa. Entah karena kamu memang lupa, atau kamu mengikuti perkataan terakhirku, molla.
“Oppa, bagaimana Ahn Chunha menurutmu?” tanyaku saat kami sedang sarapan. “Molla, dia baik kok..” jawab oppa sambil menyuap sarapannya. “Oppa!” “Tapi, adiknya Daniel itu.. kalau tidak salah namanya Junha, bukan Chunha. Wae? Mau kukenalkan padanya?” Hah? Apa maksud dari semua ini? Ternyata orang yang berbeda.
“Oppa, nan Jiyongie johasseo..” “Mwo?!” Makanan itu berhamburan keluar dari mulutnya. Oppa, itu kan jorok. Lagi pula aku menyukai seorang namja kan biasa. “Jiyongie? Dia kan sudah punya pacar..?” kata oppa mengingatkan. “Oppa, Ahn Chunha, adalah seorang saekki yeoja. Kemarin aku melihatnya bersama Oh Sehun” ceritaku. “Jinjja?” “Ne”

“Yideun-ah!” Aku berlari mengejar yeoja yang hampir memasuki kelas paginya hari ini. “Roochan-ah.. Bernafaslah!” balasnya sambil cekikikan. Sedang aku masih mencoba menarik nafasnya nafas.

“Bagaimana dengan Ahn Chunha?” tanyaku di sela perjalanan kami menuju tempat duduk. “Hmm, geu yeojaya.. kurasa kau benar, dia bukan yeoja baik-baik. Kudengar dia playgirl” jawab Yideun. Dia temanku dari SMA yang sama, dan masuk universitas yang sama. Aku memintanya menyelidiiki soal Ahn Chunha.
“Pacarku dulu satu sekolah dengannya, dan dia bilang jangan percaya senyum Chunha..” cerita Yideun serius. Ah, yeoja ini. Dia tak pernah bilang sebelumnya bahwa dia punya pacar. “Junha-ya!” sapa Yideun pada seorang namja bertubuh tinggi dan berambut cepak. Ah, tipe yang sudah pasaran. Jiyong lebih unik dari namja ini. Juga lebih keras kepala.

“Berarti kau adiknya Ahn Daniel oppa?” tanyaku. Ternyata adiknya teman kakakku pacaran dengan temanku sendiri. Padahal oppa bilang akan mengenalkannya padaku. Padahal Junha sudah punya pacar.
“Ne, kau kenal hyung?” tanyanya balik. “Ne, kau kenal Chunha? Kupikir kalian orang yang sama” kataku sambil tertawa. “Jangan samakan aku dengannya..” katanya ikut tertawa. Yideun mau tak mau ikut tertawa juga.

“Junha-ya!” Aku, Yideun dan Junha sedang mencari tempat yang kosong di kantin sampai seseorang memanggil kami. Ternyata, Ahn Junha adalah temanmu. Semua temanmu mengenalnya dengan baik. Kenapa hanya dirimu yang tidak mengetahui apa yang telah diketahui orang lain?  Yah, begitulah dirimu.

“Junha-ssi, kau berteman dengan Jiyong dan kau membiarkannya pacaran dengan yeoja brengsek itu?” protesku setelah kita berpisah di depan kantin. “Brengsek? Nama yang bagus. Aku sudah pernah bilang, tapi cinta itu buta. Dia sepertinya tergila-gila pada geu saekki yeoja” jawab Junha santai.
Geure. Aku memperhatikanmu yang telah menjauh. Tak kah kau mendengarnya? Mereka bilang cinta itu buta. Oh, kamu sangat buta. Aku sungguh berharap kalian berpisah.


Baru saja aku menaiki tangga menuju kamarku, aku sudah menemukan pemandangan yang menyakitkan mata begitu melihatmu bersama yeoja itu sedang berdiri di ujung tangga.
Aku terus memperhatikan kalian tanpa kalian menyadarinya. Senyumannya untukmu hanyalah senyuman palsu. Dia membelai rambut dan menyentuh pipimu. Tapi sebenarnya dia juga sedang memikirkan namja lain. Kenapa dia tega melakukan hal itu?
Aku berjalan menaiki tangga dengan langkah yang dihentakkan sehingga menimbulkan suara nyaring. Kalian menatapku, dan kamu menariknya menjauh memasuki kamarmu. Aku sempat mengintip dari lubang kunci, dan itu ternyata hanya membuatku makin membencimu. Aku membenci dirimu yang tidak bisa memahamiku. Aku benci penantian ini.
Baru kemarin kamu terpuruk mendengar perkataanku. Tapi sekarang kalian telah bersama kembali. Kau tau betapa menyesalnya aku telah mengatakan padamu soal itu? Ketika melihatmu bersedih, aku merasa seperti mati.

Pukul 10 malam, aku terbangun dari tidurku. Terdengar keributan dari kamarmu. Ah, kalian sudah bertemu. Geure, aku yang melakukan semuanya. Aku mengirim e-mail pada Sehunnie, kalau pacarnya ada di Go Paradise bersama namja lain. Jigeum, kita tunggu saja endingnya. Aku tersenyum mengintip kejadian di seberang. Lalu tertidur di depan jendela.

Kulihat kamu sudah duduk di ruang makan kira-kira pukul 7. Kamu menyantap sarapanmu dengan lesu. Kurasa, kamu sedang memikirkan siapa yang membuat namja tadi malam bisa datang kemari. Yah, salahkan saja aku. Aku bahagia kalau kau tak bersamanya.
Mobil mahal, pakaian mewah, restoran berkelas. Itu semua cocok untukmu. Tapi si brengsek itu tak pantas untukmu. Dia sungguh tak pantas untukmu. Si brengsek itu tidak mencintaimu.
Aku duduk di meja makan setelah memesan semangkuk sereal gandum. Mata kita beradu pandang.  Kamu mengangkat nampanmu, lalu meletakkannya di atas mejaku dan duduk di sebelahku.

“Yang melakukan hal semalam, neoneun, ani?” tanyamu sok cool tanpa melihat ke arahku. “Ne” jawabku menantang. Terserah, yang penting kau sudah putus dengannya. “Kalian sudah berpisah?” tanyaku sinis.
“Belum, dia putus dengan Oh Sehun tadi malam. Justru kamu membantuku menyelesaikan semuanya, gomawo” jawabmu sambil tersenyum menatapku. Mataku tak bergerak memandang matamu. Matamu juga tak menunjukkan kebohongan sedikit pun. Dia sedang tidak bercanda. Ini.. tidak adil!
Apa yang si brengsek itu miliki dan tidak padaku?!” bentakku kasar. Kamu menatapku kaget reaksiku. Beberapa orang lainnya juga memandangku, tapi aku tak peduli. Perasaan yang sudah kutahan sejak lama ini kini makin memuncak, air mataku tak dapat kutahan lagi!
Semua seperti dosa sebanyak air mata yang kau teteskan! Aku akan memperlakukanmu lebih baik! Pandanglah aku, kenapa dirimu tak tau bahwa cintamu adalah aku! Kenapa hanya dirimu yang tak menyadarinya?!” bentakku. Aah, michigesseo. Aku menghapus air mataku dan berlari keluar rumah.
Oh, Tuhan. Aku tak sanggup menghadapi lebih dari ini. Yang kulakukan hanya demi kebaikanmu, kenapa yeoja brengsek itu malah makin mendapatkanmu?! Aku terlalu mencintaimu. Sebaiknya aku melupakanmu. Karena bagaimanapun juga, kamu hanya akan mencintai si brengsek itu. Arra.

~TBC~







~Bersambung ke Part II~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar